SUBHANALLAH MANFAAT DAN KEUTAMAAN DZIKIR. HANYA DENGAN MENGINGAT ALLAH HATI AKAN MENJADI TENANG


"Barangsiapa yang menunjukkan atas kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang melakukannya."      [HR. Muslim]


   JANGAN TUNGGU HATI BERSIH    UNTUK BERZIKIR BERZIKIRLAHUNTUK MEMBERSIHKAN HATI
 


Manfaat Dzikir Keutamaan Dzikir. Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Manfaat do’a dan Dzikir banyak sekali. Kami sebutkan sebagian di antaranya:
1. Mendatangkan keridhaan Allah
سبحانه و تعالي

2.  Mengusir syaitan, menundukkan dan meng­enyahkannya.

 3. Menghilangkan kesedihan dan kemuraman hati.

 4. Mendatangkan kegembiraan dan ketenteraman (di dalam) hati.

 5. Menguatkan hati dan badan.

 6. Membuat hati dan wajah berseri.

7. Melapangkan rizki.

8. Menimbulkan karisma dan rasa percaya diri.
9. Menumbuhkan rasa cinta yang merupakan ruh Islam, menjadi inti agama, poros kebahagiaan dan keselamatan. Dzikir merupakan pintu cinta, dan jalan untuk itu sangat agung dan lurus.
10. Menumbuhkan perasaan bahwa dirinya di­awasi, sehingga mendorongnya untuk selalu berbuat kebajikan. Dia beribadah kepada Allah dan Allah melihat dirinya secara langsung. Tetapi orang yang lalai untuk berdzikir tidak akan sampai kepada kebajikan, sebagaimana orang yang hanya duduk saja, tidak akan sampai ke tempat tujuan.
11. Membuahkan ketundukan, yaitu berupa ke­pasrahan diri kepada Allah dan kembali kepada-Nya. Selagi dia lebih banyak kembali kepada Allah dengan cara menyebut Asma’-Nya, maka dalam keadaan seperti apapun dia akan kembali kepada Allah dengan hatinya, sehingga Allah menjadi tempat mengadu dan tempat kembali, kebahagiaan dan kesenangannya, tempat ber­gantung tatkala senang dan mendapat bencana atau musibah.
12. Membuahkan kedekatan kepada Allah. Se­berapa jauh dia melakukan dzikir kepada Allah, maka sejauh itu pula kedekatannya kepada Allah, dan seberapa jauh ia lalai melakukan dzikir, maka sejauh itu jarak yang memisah­kannya dengan Allah.
13. Membukakan pintu yang lebar dari berbagai pintu ma’rifat.[1] Semakin banyak dia berdzikir, maka semakin lebar pintu ma’rifat yang ter­buka baginya.
14. Menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan memuliakan-Nya.
15. Membuatnya selalu ingat Allah, sebagaimana Allah berfirman: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu…” (QS. Al-Baqarah: 152).
16. Membuat hati menjadi hidup. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dzikir bagi hati sama dengan air bagi ikan, maka bagaimana keadaan yang akan terjadi pada ikan seandai­nya ia berpisah dengan air?”
17. Dzikir merupakan santapan hati dan ruh. Jika hati dan ruh kehilangan santapannya, maka sama dengan badan yang tidak mendapatkan santapannya. Suatu kali, kami (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah) menemui Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang sedang melaksanakan shalat Shubuh. Seusai shalat, ia berdzikir kepada Allah hingga hampir tengah hari. Pada saat itu, ia menoleh ke arahku seraya berkata:
“Inilah santapanku, andaikan aku tidak mendapatkan santapan ini, tentu kekuatanku akan hilang.” Syaikhul Islam juga pernah berkata kepada kami:
“Aku tidak akan meninggalkan dzikir, kecuali dengan niat memang itulah yang di­kehendaki oleh jiwaku atau karena aku ingin istirahat. Istirahat ini artinya persiapan bagiku untuk melakukan dzikir berikutnya.”
18. Membersihkan hati dari karatnya. Segala sesuatu ada karatnya dan karat hati adalah lalai dan hawa nafsu. Sedangkan untuk mem­bersihkan karat ini adalah dengan taubat dan istighfar.
19. Menghapus kesalahan dan menghilangkannya. Dzikir merupakan kebaikan yang paling agung. Sementara kebaikan dapat menyingkirkan keburukan.
20. Menghilangkan kerisauan dalam hubungan antara dirinya dengan Allah. Orang yang lalai tentu akan dihantui kerisauan antara dirinya dengan Allah, yang tidak bisa dihilangkan ke­cuali dengan dzikir.
21. Takbir (اللَّهُ أَكْبَرُ), tasbih (سُبْحَانَ اللهِ), tahmid (الْحَمْدُ لِلَّهِ) dan tahlil (وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ) yang diucap­kan hamba saat berdzikir akan mengingatkan­nya saat dia ditimpa kesulitan.
22. Hamba yang mengenal Allah سبحانه و تعالي dengan cara berdzikir di saat lapang, menjadikan dirinya tetap mengenal-Nya saat menghadapi kesulitan, dan Dia akan mengenalnya disaat ia mengalami kesulitan.
23. Berdzikir kepada Allah merupakan benteng yang kokoh dari keburukan-keburukan dunia dan akhirat, serta menyelamatkan diri dari adzab Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه dan dia memarfu’kannya: “Tidak ada amal yang dilakukan anak Adam yang lebih menyelamatkannya dari adzab Allah selain dari dzikir kepada-Nya.” [2]

24. Menyebabkan turunnya ketenangan, datang­nya rahmat dan para Malaikat mengelilingi orang yang berdzikir, sebagaimana yang di­sabdakan oleh Nabi [3] صلي الله عليه وسلم

25. Dzikir menyibukkan lisan dari melakukan ghibah, adu domba, dusta, kekejian dan kebathilan. Sudah selayaknya bagi seorang hamba ketika berbicara atau berkata hendaknya berkata yang baik atau diam. Ia harus menjauhkan ghibah (membicarakan aib orang lain), dusta (bohong), menghasut, berkata-kata yang keji, memfitnah dan hal-hal yang diharamkan Allah. Oleh karena itu dia harus membersihkan lisannya dengan banyak berdzikir.
Siapa yang membiasakan lidahnya untuk berdzikir, maka lidahnya lebih terjaga dari ke-bathilan dan perkataan yang sia-sia. Namun, siapa yang lidahnya tidak pernah mengenal dzikir, maka kebathilan dan kekejian banyak terucap dari lidahnya.

26. Majelis dzikir merupakan majelis para Malaikat, sedangkan majelis kelalaian dan permainan me­rupakan majelis syaitan. Hendaklah seorang hamba memilih, mana yang lebih dia sukai dan yang lebih dia prioritaskan (utamakan). Karena dengan begitulah dia akan menentukan tempat di dunia dan di akhirat.

27. Malaikat akan selalu memintakan ampun ke­pada Allah bagi orang-orang yang berdzikir. Dan banyak berdzikir membuat seseorang terhindar dari sifat nifaq.

28. Dengan berdzikir kepada Allah, maka pelaku­nya akan merasa bahagia, begitu pula dengan orang yang dekat dengannya. Dialah orang yang senantiasa mendapatkan barakah. Tapi orang yang lalai, dia akan senantiasa gundah karena kelalaiannya, begitu pula orang yang dekat dengannya.

29. Dzikir memberikan rasa aman dari penyesalan di hari Kiamat, karena majelis yang di dalam­nya tidak terdapat dzikir kepada Allah, maka akan menjadi penyesalan pada hari Kiamat.

30. Berdzikir kepada Allah sambil meneteskan air mata dikala sendiri, akan menjadi per­lindungan bagi pelakunya dari panas matahari di padang Mahsyar pada hari Kiamat, karena dia dilindungi oleh ‘Arsy Allah. Sementara orang lain yang tidak berdzikir kepada Allah, akan tersengat oleh panasnya matahari pada saat itu.

31. Dzikir merupakan ibadah yang paling mudah, namun paling agung dan paling utama. Sebab, gerakan lidah merupakan gerakan anggota badan yang paling ringan dan paling mudah.[4]

32. Dzikir merupakan tanaman Surga, sebagai­mana yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, Rasu­lullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
“Pada malam aku di isra’-kan, aku bertemu Ibrahim al-Khaliil, seraya berkata kepadaku: ‘Hai Muhammad, sampai­kanlah salamku kepada umatmu dan beritahu-kanlah kepada mereka bahwa Surga itu bagus tanahnya, segar airnya dan bahwa Surga itu merupakan kebun, sedangkan tanamannya adalah:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ “Mahasuci Allah, segala puji milik-Nya, tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Allah dan Allah Mahabesar.” [5]
Menurut at-Tirmidzi, hadits ini hasan gharib [6]. Dia juga meriwayatkan dari Abu az-Zubair, dari Jabir, dari Nabi صلي الله عليه وسلم beliau ber­sabda: “Barangsiapa mengucapkan:
سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ ‘Mahasuci Allah, aku memuji-Nya’, maka di­tanamkan baginya pohon kurma di Surga.” Menurut at-Tirmidzi, hadits ini hasan shahih. [7]

33. Pemberian dan karunia yang dilimpahkan karena dzikir ini tidak pernah dilimpahkan karena amal yang lain. Di dalam ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) disebut­kan, dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: “Barangsiapa mengucapkan:
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ‘Tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Baginya kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.’ (Sebanyak) seratus kali dalam sehari, maka dia mendapat pahala seperti pahala membebaskan sepuluh budak wanita, ditetapkan baginya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan dan hal itu menjadi perlindungan dari syaitan pada hari itu hingga petang hari, dan tidak ada seseorang yang membawa sesuatu yang lebih baik daripada apa yang dibawa oleh orang itu, kecuali orang yang melakukannya lebih banyak lagi.” [8]
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه dia berkata: “Rasu­lullah صلي الله عليه وسلم bersabda: ‘Aku mengucapkan:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ‘Mahasuci Allah, segala puji milik-Nya, tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Allah dan Allah Mahabesar,’ lebih kusukai daripada terbitnya matahari.” [9]
Dari Tsauban, bahwa Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: “Barangsiapa yang pada pagi dan sore hari me­ngucapkan:
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا ‘Aku ridha kepada Allah sebagai Rabb-ku, ke­pada Islam sebagai agamaku, dan kepada Mu­hammad sebagai Rasulku,’ maka ada hak atas Allah untuk meridhainya.” [10]
Rasulullah juga bersabda: “Barangsiapa yang masuk pasar seraya mengucapkan:
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَيَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ‘Tiada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kekuasaan dan pujian, Yang menghidupkan dan mematikan, Dia hidup dan tidak mati, di tangan-Nya segala kebaikan dan Dia Mahaber-kuasa atas segala sesuatu,’ maka Allah menetap­kan baginya sejuta kebaikan, menghapus se­juta kesalahan dan meninggikan baginya sejuta derajat.” [11]

34. Terus-menerus berdzikir kepada Allah mem­buat hati seseorang tidak melalaikan Allah, dan lalai mengingat Allah menjadi sebab penderitaan hamba di dunia dan di akhirat. Siapa saja yang melalaikan Allah, maka ia akan lalai terhadap dirinya dan kemaslahatannya dan ia akan binasa. Allah سبحانه و تعالي berfirman: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkan-nya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Ber­katalah ia, Ya Rabb-ku, mengapa Engkau meng­himpunku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah orang yang melihat? ‘Allah berfirman: ‘Demikianlah, telah datang kepada­mu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupa­kan.'” (QS. Thaahaa: 124-126).
Artinya, engkau dilupakan dalam kubangan adzab, sebagaimana engkau melupakan ayat-ayat-Ku dan tidak mau mengamalkannya. Berpaling dari mengingat Allah juga mem­buatnya berpaling dari mengingat apa yang diturunkan-Nya atau mengingat apa yang di­turunkan Allah di dalam Kitab-Nya. Akibat­nya lebih lanjut, dia lupa terhadap hal-hal yang telah disebutkan Allah di dalam Kitab-Nya, lupa terhadap Asma’-Nya, sifat-sifat, perintah, anugerah dan nikmat-nikmat-Nya. Ini semua sebagai akibat berpaling dari Kitab Allah. Dengan kata lain, “Siapa yang berpaling dari Kitab-Ku, tidak mau membacanya, tidak men­dalaminya, tidak memahaminya dan tidak me­ngamalkannya, maka hidup dan kehidupannya akan menjadi sempit dan dia akan senantiasa tersiksa.”[12]
Hal ini berbeda dengan orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Kehidupan mereka di dunia merupakan ke­hidupan yang sangat menyenangkan, dan di akhirat mereka mendapat pahala. Allah سبحانه و تعالي berfirman:
“Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepada­nya kehidupan yang baik. Dan, sungguh akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerja­kan.” (QS. An-Nahl: 97)
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabb-mu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai pada waktu yang telah ditentu­kan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya, jika kamu berpaling, maka se­sungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat. ” (QS. Huud: 3).
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang ber­iman, bertakwalah kepada Rabb-mu.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah ini adalah luas. Se­sungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

35. Dzikir senantiasa menyertai hamba sekalipun dia berada di tempat tidur, di pasar, saat sehat, saat sakit, saat mendapatkan kenikmatan dan kesenangan, saat menderita dan mendapat cobaan, bahkan dzikir itu menyertai hamba pada setiap saat.

36. Dzikir merupakan cahaya bagi orang yang berdzikir di dunia, cahaya baginya di kuburan, cahaya baginya di tempat kembalinya, meneranginya saat berlalu di atas ash-Shirath, dan tidak ada yang bisa menyinari kubur dan hati melainkan hanya dengan berdzikir kepada Allah. Allah سبحانه و تعالي berfirman: “Dan apakah yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap-gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’aam: 122)

37. Dzikir merupakan pangkal landasan, jalan manusia secara umum dan kecintaan yang ditebarkan. Siapa yang dibukakan untuk melaku­kan dzikir, berarti telah dibukakan untuk me­nuju kepada Allah.

38. Di dalam hati ada suatu celah yang sama sekali tidak bisa disumbat kecuali dengan dzikir. Jika dzikir merupakan semboyan hati dan ia juga mengingatkan jalan yang seharusnya ditempuh, maka inilah dzikir yang disebut dengan dzikir yang dapat menutupi celah, sehingga manusia menjadi kaya bukan karena harta, terpandang bukan karena keturunan, disegani bukan karena kekuasaan. Namun, jika ia lalai berdzikir ke­pada Allah, maka keadaannya menjadi sebalik­nya, ia miskin sekalipun hartanya banyak, hina sekalipun memegang kekuasaan dan tidak di­pandang sekalipun keluarganya mapan.

39. Dzikir dapat menghimpun yang bercerai berai dan menceraiberaikan yang terhimpun, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Apa yang bercerai berai dalam hati hamba dapat dihimpun, seperti kehendak dan hasratnya. Siksaan yang paling pedih ialah jika apa yang ada di dalam hatinya itu bercerai berai. Hatinya hidup dan merasakan kenikmatan jika kehendak dan hasrat hatinya berhimpun menjadi satu.

40. Dzikir menggugah hati dari keadaan yang selalu tidur dan membangunkannya dari keadaan yang selalu mengantuk. Jika hati selalu tidur dan mengantuk, maka ia kehilangan sekian banyak keuntungan, yang berarti akan mengalami kerugian. Jika ia tersadar dan menyadari apa yang lolos dari tangannya selama tidur itu, maka dia akan merasa sangat menyesal, lalu berusaha menghidupkan sisa umurnya dan mencari apa yang lolos dari tangannya. Tidak ada yang bisa membangkitkan dirinya dari keadaannya kecuali dzikir. Sesungguhnya kelalaian itu merupakan tidur yang nyenyak.

41. Dzikir yang intinya tauhid merupakan sebatang pohon yang membuahkan pengetahuan dan ke­adaan yang dapat dilalui oleh orang-orang yang menuju kepada Allah. Tidak ada cara untuk mendapatkan buahnya kecuali dari pohon dzikir. Jika pohon itu semakin besar dan akar­nya kokoh, maka ia akan banyak menghasil­kan buah.

42. Orang yang berdzikir (mengingat Allah) se­nantiasa merasa dekat dengan-Nya dan Allah bersamanya. Kebersamaan ini bersifat khusus, bukan kebersamaan karena bersanding, tetapi kebersamaan karena kedekatan, cinta, per­tolongan dan taufiq.[13] Allah سبحانه و تعالي berfirman: “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (QS. An-Nahl: 128)
“Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 249)
“Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-‘Ankabuut: 69)
“Janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguh­nya Allah beserta kita.” (QS. At-Taubah: 40)
Karena kebersamaan ini, orang yang me­lakukan dzikir mendapatkan bagian yang melimpah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi: “Aku bersama hamba-Ku selagi dia mengingat-Ku dan kedua bibirnya bergerak karena Aku.”[14]

43. Sesungguhnya di dalam hati itu ada kekerasan yang tidak bisa dicairkan kecuali dengan ber-dzikir kepada Allah. Maka, kekerasan hati se­orang hamba harus diobati dengan berdzikir kepada-Nya.

44. Dzikir merupakan penyembuh dan obat penyakit hati. Hati yang sakit hanya bisa disembuhkan dengan berdzikir kepada Allah. Imam Mak-hul berkata: “Mengingat Allah itu merupakan kesembuhan, dan mengingat ma­nusia itu merupakan penyakit.”

45. Dzikir mendatangkan shalawat Allah dan para Malaikat-Nya. Siapa yang mendapatkan shalawat Allah dan para Malaikat, maka dia adalah orang yang sangat beruntung. Allah سبحانه و تعالي berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah, dzikir yang se­banyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan Malaikat-Nya (memohon ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkanmu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Mahapenyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzab: 41-43).
Shalawat dari Allah dan para Malaikat-Nya ini merupakan sebab untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.

46. Dzikir kepada Allah dapat memudahkan ke­sulitan dan dapat meringankan beban yang berat. Kesulitan itu akan menjadi mudah, tatkala seseorang berdzikir dengan menyebut Nama-Nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi sesuai dengan syari’at, maka yang berat dan yang sulit akan menjadi ringan dan mudah.

47. Dzikir kepada Allah menyingkirkan segala ketakutan di dalam hati sehingga mendatang­kan perasaan aman bagi hati. Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi orang yang takut kecuali dengan berdzikir kepada Allah, maka akan hilang ketakutan itu.

48. Sesungguhnya dzikir kepada Allah akan mem­berikan kekuatan bagi orang yang berdzikir, sehingga seakan-akan dengan dzikir itu dia mampu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang berat tanpa disangka-sangkanya. Rasulullah صلي الله عليه وسلم pernah mengajari puterinya, Fathimah, dan ‘Ali bin Abi Thalib agar mereka bertasbih sebanyak 33 kali pada saat malam tatkala beranjak tidur, bertahmid sebanyak 33 kali dan bertakbir sebanyak 34 kali, tepat­nya ketika Fathimah meminta seorang pem­bantu untuk membantu pekerjaannya dan mengadukan pekerjaannya yang berat, karena harus menjalankan alat penggiling dan melaksanakan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Dan Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: “Yang demikian itu lebih baik bagi kalian berdua dari­pada seorang hamba/pelayan.”[15]

49. Dzikir adalah pangkal syukur. Orang yang tidak berdzikir adalah orang yang tidak bersyukur kepada Allah. Dzikir dan syukur ada­lah paduan kebahagiaan dan kejayaan. Allah سبحانه و تعالي menghimpun antara dzikir dan syukur dalam firman-Nya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”(QS. Al-Baqarah: 152).

50. Termasuk dzikir kepada Allah; melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan me­laksanakan hukum-hukum-Nya.[16] Wallaahu a’lam.
Fote Noote: [1] Ma’rifat diperoleh dengan cara:
Belajar al-Qur-an dan as-Sunnah menurut pemahaman Sahabat رضي الله عنهم Mengamalkan yang wajib, sunnah dan menjauhkan yang dilarang. Ikhlas dalam beramal. Ittiba’ kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم Selalu berdzikir kepada Allah سبحانه و تعالي.
[2] HR. Ahmad V/639, at-Tirmidzi no. 3377. [3] HR. Muslim no. 2699 dan selainnya. [4] Di antara contoh kalimat yang ringan di lidah dan berat dalam timbangan dan dicintai oleh Allah سبحانه و تعالي yaitu: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ “Mahasuci Allah, aku memuji-Nya, Mahasuci Allah Yang Mahaagung.” (Hadits shahih riwayat al-Bukhari no. 6404 dan Muslim no. 2694). [5] Lihat Silsilah al-Ahaadiits asb-Sbahiihah no. 105. Di dalam riwayat Imam Muslim, perkataan yang dicintai oleh Allah itu empat: “Subhanallah, Alhamdulillaah, Laa Ilaaha illallaah, Allaahu Akbar.” [6] Lihat Shahiih al-Adzkaar oleh Syaikh Salim bin ‘led al-Hilali 1/90 no. 34 [7] Lihat Shahiih al-Adzkaar oleh Syaikh Salim bin ‘led al-Hilali 1/90 no. 35. [8] HR. Al-Bukhari dalam Fat-hul Baari VI/338 no.3293 dan XI/201 no. 6403, Muslim dalam Syarh Muslim XVH/16-17. HR. Muslim no. 2695 (32), at-Tirmidzi no. 3597 [9] HR. Muslim no. 2695 (32),at- Tirmizi no.3597 [10] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 3389 dan selainnya. Hadits hasan, lihat Shahiih al-Waabilish Shayyib hal. 88-89. [11] HR. At-Tirmidzi no. 3429, Ibnu Majah no. 2235, Ahmad I/4 dan yang lainnya. Hadits hasan, lihat takhrijnya dalam Shahiih al-Waabilish Shayyib hal. 250-256 [12] Shahiih al-Waabilish Shayyib hal. 91 [13] Ma’iyyah adalah satu sifat dari sifat-sifat Allah, dan ma’iyyah ini ada dua:
1. Ma’iyyah khusus, yaitu kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya yang kita tidak tahu tentang kaifiyat (bagaimana)nya kecuali Allah, seperti sifat-sifat-Nya. Dan ma’iyyah ini mengandung makna bahwa Allah me­liputi hamba-Nya yang dicintai, menolongnya, mem­berikan taufiq, menjaganya dari kebinasaan dan lainnya.
2. Ma’iyyah umum yaitu kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya, di mana Allah mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya dan Allah tahu semua keadaan mereka, tindak-tanduk mereka yang lahir maupun yang bathin, dan yang seperti ini tidak mesti Allah itu bersatu dengan hamba-Nya, karena Allah tidak bisa di-qiyaskan dengan makhluk-Nya. Dan tingginya Allah di atas makhluk-Nya tidak menafikan kebersamaan Allah dengan hamba-hamba-Nya, berbeda dengan makhluk, karena keberadaan makhluk itu di satu tempat (arah), mesti ia tidak tahu tentang tempat (arah) yang lainnya. Dan Allah tidak sama dengan sesuatu pun karena kesempurnaan ilmu dan kekuasaan-Nya. (Ta’liq atas at-Tanbiihaat al-Lathiifah hal. 45 oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz رحمه الله)
[14] HR. Al-Bukhari dalam Fat-hul Baari XIII/417, Ibnu majah no. 3792, Ahmad II/540, al-Hakim I/496 dan Ibnu Hibban no. 2316, shahih [15] HR. Al-Bukhari dalam Fat-hul Baari VII/71, Muslim dalam Syarh Muslim XVII/45 [16] Diringkas dengan sedikit perubahan dari kitab Shabiih d-Waabilish Shayyib mind Kdimith Thayyib, hal. 82-155. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq Syaikh Salim bin ‘led al-Hilali, cet. III Daar Ibnil Jauzi 1416 H.


''Sampaikanlah sesuatu yang bermanfaat walau itu hanya sepatah kata kata
 demi kebaikan sesama.
Sahabat, Kawan, Teman, Saudara, Keluarga, Handai Taulan.'' 


~~~~Wassalam ~~~~

No comments:

Post a Comment

SUBHANALLAH MANFA'AT DAN KEUTAMA'AN WUDHU' SANGAT BESAR SEKALI

   "Barangsiapa yang menunjukkan atas kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang melakukannya."      [HR. M...